awan angin lalu, sepoi sepoi, kelabu, menghampiri. Jejak-jejak sang bayu, membiru,memburu. dia berlari sekencang-kencangnya tak berarah
Kulihat dia, menghela nafas panjang. Duduk diperaduan, diantara keramaian ruang tidurnya yang terisi rak besar buku, lemari besar baju, meja rias. meja kerja beserta kelengkapannya. Raut mukanya sayu sembilu, kelelahan, entah karena menahan amarah atau tak tidur semalaman. Diluar di batas jendela, cahaya mentari segan untuk bersinar cerah. membuatnya semakin tak bisa ceria.
Adakah segelas penuh cinta yang akan dikirimkan melalui kurir mc.donalds dari mall di pusat perumahan, yang disebut sebut sebagai kota baru. Berapa dia harus membayarnya, akan dia penuhi demi menuntaskan diarynya agar menjadi cerita happy ending.
(pertanyaan yang kemudian terlintas, berhenti di pelupuk angan, menari-nari di pemikirannya... , katanya!)
Lalu..... bayang-bayang itu lagi, kembali di benaknya :
pagi itu, penuh ceria menyambut kedatangannya. Dengan semangkuk rindu, meski kecewa karna lama tak dikunjungi. dan yang terjadi setelah pertemuan itu, argumen lintas kepala antara dua orang yang berbeda, sebuah kesalahpahaman pengertian bahasa tubuh dan penyampaian kata, menjadi sebuah tonjokkan keras di bibirnya.
Kecantikannya meluntur sudah, tenggelam dalam amarah, hatinya hancur berantakan seperti gelas yang pecah karna terjatuh tak sengaja, kepingannya berhamburan tak beraturan bentuk dan letaknya. Tak mampu berujar, hanya diam dan air mata yang perlahan-lahan menetes satu persatu.
Apa maksud dari semua ini?
EMOSI ....
(lagi-lagi dia bertanya)